Persebaya Surabaya |
Ini bukan penundaan pertama, melainkan ketiga kalinya. Sebelumnya, pertandingan seharusnya diadakan pada 22 Januari dan 30 Januari. Kemudian jadwal berubah menjadi 30 Januari dan 7 Februari.
Setelah itu berubah lagi menjadi 5 Februari dan 9 Februari. Pada akhirnya, pertandingan pun batal diselenggarakan.
Menanggapi hal ini, pelatih Persebaya Djadjang Nurdjaman mengaku pihaknya belum mendapat kabar lagi perihal jadwal kick off yang baru. Begitupun dengan lokasi pertandingan.
“Kami berharap tetap digelar. Walaupun batal dan batal lagi,” kata pelatih yang akrab disapa Djanur ini, dilansir JawaPos.
Sementara itu, tiga kali penundaan pertandingan bukan makanan baru bagi Persebaya Surabaya. Mereka sudah pernah mengalaminya pada penghujung kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2010 lalu.
Momen yang terjadi pada akhir musim 2010 itu, sangat membekas di memori pendukung Persebaya.
Ketika itu Persebaya, Persik, dan Pelita Jaya berebut tiket ke babak play-off. Persik seharusnya menjamu Persebaya di Stadion Brawijaya, Kediri, 29 April 2010. Namun laga gagal digelar karena tidak mendapatkan izin.
Kemudian, venue pertandingan dipindah ke Stadion Mandala Krida, Jogjakarta pada 6 Mei 2010. Akan tetapi pertandingan ini kembali gagal digelar karena terbentur masalah izin. Menurut manual Liga pada saat itu, Persebaya seharusnya menang WO.
Namun kemenangan yang sudah menjadi hak Persebaya tidak diberikan oleh PT Liga Indonesia yang pada saat itu dipimpin Joko Driyono. Kemudian muncul jadwal baru, yakni 5 Agustus 2010. Lokasi tandingnya di Stadion Brawijaya, Kediri.
Lagi-lagi pertandingan gagal digelar karena faktor izin. Persebaya yang terlanjur berangkat ke Kediri akhirnya putar balik menuju Surabaya. Kemudian PT Liga menetapkan bahwa laga ini digelar di Palembang, 8 Agustus 2010.
Persebaya akhirnya memutuskan tidak berangkat ke Palembang. Mereka kecewa karena merasa layak menang WO. Selain itu, PT Liga dan PSSI belum membayar ganti rugi Persebaya akibat pembatalan tiga laga melawan Persik. Bajul Ijo akhirnya terdegradasi.
Itulah cerita sepak bola dagelan yang sempat tersohor. Momen ini pula yang menjadi akar terjadinya dualisme Persebaya. Hebatnya, dualisme Persebaya menyebabkan terjadinya dualisme kompetisi (ISL dan IPL) hingga dualisme federasi (PSSI dan KPSI).
Sembilan tahun berselang, penundaan pertandingan hingga tiga kali kembali dialami oleh tim pujaan Bonek ini. Bukan di kompetisi, melainkan di turnamen yang baru saja dihidupkan kembali oleh PSSI, yakni Piala Indonesia.
Berbeda dengan 2010 lalu, kali ini Persebaya menanggapi penundaan ini dengan santai. Bahkan mereka terkesan masa bodoh. Toh jikalau Persebaya menang melawan Persinga dan lolos ke babak 16 besar, mereka akan menghadapi ketidakpastian lagi.
Sebab, babak 16 besar Piala Indonesia kemungkinan besar tertunda karena agenda tahunan, yakni turnamen pra musim Piala Presiden.
(za/pojoksatu)
0 Komentar