Foto : |
Sikap itu ditujukan saat Nardian menjadi khatib salat Jumat di masjid di dekat rumahnya di kawasan Blitar, Jawa Timur. Pasalnya, tersangka saat itu mengulang-ngulang isi khotbah.
Selain itu, ketika menjadi imam salat subuh, Nardian mengajak para jamaah membaca doa qunut setelah salat telah selesai.
Terkait hal tersebut, Kapolres Blitar AKBP Anissullah M Ridha menyatakan, dari keterangan para saksi, diduga Nardian mengalami gangguan jiwa.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap lima orang saksi yang ada, kuat dugaan bahwa tersangka Na (Nardian) mengalami gangguan jiwa. Namun, tugas penyidik fokus pada pembuktian terjadinya tindak pidana," katanya saat ditemui wartaaan di Polres Blitar, Rabu (20/2/2019) seperti dilansir Suara.com.
Meski diduga memiliki gangguan mental, polisi masih menunggu hasil observasi kejiwaan Nardian yang dilakukan Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Sejak ditangkap, Nardian dibawa ke RS Bhayangkari pada Senin (18/2/2019) untuk menjalani serangkaian tes kejiwaan. Diperkirakan, hasil pemeriksaan itu bakal rampung pada Jumat (22/2/2019), pekan ini.
Hasil tes kejiwaan itu diperlukan polisi untuk menentukan apakah perbuatan Nardian bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak.
Diketahui, Nardian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah nekat membunuh istri dan anaknya. Peristiwa tragis itu terjadi pada Sabtu malam (16/2/2019) usai salat Isya. Sri dan Vika dibunuh Nardi di depan mata mertuanya. Dari hasil autopsi, terdapat sembilan luka tusuk di tubuh Sri Dewi dan enam luka tusuk di tubuh balita Vika.
Sebelumnya, Ketua RT setempat, Hariono, mengatakan bahwa dua minggu sebelum peristiwa tragis tersebut Nardian sering mengamuk dan terlibat pertengkaran dengan korban. Dua hari sebelum kejadian, lanjutnya, terjadi pertengkaran hebat hingga warga membawa pasangan tersebut ke rumah Hariono untuk didamaikan.
"Waktu itu kata keduanya pertengkaran terjadi karena suami merasa istrinya terlalu mengekang, melarang suami merokok dan keluar rumah," tuturnya. (***)
0 Komentar