Indragirione.com,  – Bangka Belitung mulai merintis agroindustri dengan melibatkan putra daerah untuk berinvestasi membangun pabrik tapioka menggunakan bahan baku singkong yang dihasilkan petani.


Program yang diberi nama Kebun Singkong Rakyat (KSR) dan mulai disosialisasikan sejak awal 2017, kini sudah menikmati hasilnya.

Program ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan tanaman lada atau karet yang selama ini sudah menjadi sumber penghasilan petani Babel.

Namun sebagai tanaman selingan atau tambahan yang dapat meningkatkan kembali pendapatan petani yang sempat menurun akibat merosotnya harga lada dan karet saat ini.

Kepala Subdirektorat Pemasaran dan Investasi Direktorat Pengholahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Indah Sulistio Rini menegaskan Program KSR harus belajar dari kasus lada dan karet.

Sejak awal sosialisasi, selain diajarkan bagaimana prosedur budidaya singkong yang baik, petani juga harus menghasilkan singkong dengan provitas yang maksimal dengan harga bersaing.

“Harga yang menguntungkan petani dan juga menjamin kelangsungan industri tapioka, bukan harga yang setinggi tingginya atau semurah-murahnya. Petani harus memahami konsep bisnis berkelanjutan dengan pertanian berkelanjutan,” jelas Indah di Jakarta, Senin (16/9).

Indah menyebutkan salah satunya PT. Sinar Baturusa Prima (SBP) yang ekspansi dari industri tapioka PT. Lambang Jaya Provinsi Lampung, saat ini bertindak sebagai offtaker singkong yang dihasilkan oleh petani yang tergabung dalam program KSR.

“Di samping itu, ada juga Koperasi Berkah Bersama Bangka Belitung menjadi wadah bagi petani singkong di Kabupaten Bangka dalam program kemitraan ini,” sebutnya.



Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Kemas Arfani menyatakan Program KSR patut menjadi model agroindustri yang melibatkan stake holder hulu sampai hilir dan pihak perbankan.

Koperasi juga bertugas melakukan verifikasi petani yang akan mendapatkan pinjaman input produksi dari Bank Sumsel cabang Bangka sebesar Rp 16 juta per ha yang harus dibayar ketika panen.

“Biaya tersebut termasuk biaya land clearing sebesar Rp 5 juta per ha pada tahun pertama membuka lahan baru untuk budidaya singkong, bermula dari hanya Bank Sumsel cabang Bangka, kini Bank BNI dan Bank BRI juga sudah tertarik bergabung dengan program Kebun Singkong Rakyat Babel,” ujar Kemas.